Guru merupakan insan besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Yang Maha Pencipta.
Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan perolehan yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua diantara contoh dari peribadi buruk.
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda dan yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad)
Tersirat dari perkatanya Nabi Shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dipermudahkan bagi seorang murid.
MENGHORMATI GURU
Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata “Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.
Diriwayatkan oleh Al Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan “Tawadhulah kamu terhadap orang yang mengajari kamu”.
Al Imam As Syafi’i berkata “Dulu aku membolak balikkan kertas didepan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman “Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5).
Sungguh mulia akhlak mereka para suritaula dan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.
ADAB DUDUK BERSAMA GURU
Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.
Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya.
ADAB BERBICARA DENGAN GURU
Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara kepada orang lain.
Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotong ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara Umar jika berbicara.
Di hadis Abi Said al Khudry radhiallahu‘anhu juga menjelaskan “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
ADAB BERTANYA KEPADA GURU
AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama atau guru guru kita, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan.
Tidak diragukan bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini.
Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan harus disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir.
Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk mengajarkannya ilmu “Khidir menjawab, Sungguh, engkau (musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).
Nabi Musa Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya” (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang guru tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru setelah bertanya seperti ucapan, Barakallahu fiik, atau Jazakallahu khoiron dan lain lain.
Banyak dari kalangan arifbillah berkata “Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
ADAB KETIKA DITANYA GURU
Ketika ditanya atau disoal guru janganlah sesekali murid itu berdiam diri. Walau ditanya berkali kali tapi masih membisu menujukkan biadabnya murid kepada guru. Hal ini menyebabkan hati guru akan terguris bahkan terluka dengan sikap murid tersebut. Jawablah sekadar mana paham supaya tidak menjadi murid yang engkar. Kebiasaannya guru bertanya untuk menguji kepahaman murid, jangan ragu ragu beri jawaban kerja jika salah jawaban maka guru akan perbetulkan. Manakala jika betul jawaban guru akan menambah lagi maklumat dalam jawaban tersebut. Menjawab soalan tapi salah lebih baik dari melukakan hati guru tersebut.
ADAB MENDENGAR PELAJARAN
Bagaimana rasanya jika kita berbicara dengan seseorang tapi tidak didengarkan? Sungguh jengkel dibuatnya hati ini.
Maka bagaimana perasaan seorang guru jika melihat murid sekaligus lawan bicaranya itu tidak mendengarkan?
Sungguh merugilah para murid yang membuat hati gurunya jengkel malah sehingga melukakan hati.
Agama yang mulia ini tak pernah mengajarkan adab seperti itu, tak didapati di kalangan ulama silam adab yang seperti itu. Sudah kita ketahui kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama belum diizinkan.
Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di tengah mereka.
Bahkan di riwayatkan ada murid dizaman dulu tak beranjak dari tempat duduknya saat para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lalu semasa guru sedang memberi pelajaran, mereka mengetahui tujuannya kenapa duduk di sebuah majlis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan gurunya bukan yang lain.
Apa yang akan murid murid zaman itu akan katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan segerombolan gajah yang lalu, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.
SENTIASA MENDOAKAN GURU
Banyak dari kalangan ulama tersohor berkata “Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
MEMPERHATIKAN ADAB-ADAB DALAM MENYINGKAP KESALAHAN GURU
Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda “Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat” (HR. Ahmad)
Para guru bukan malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari cari kesalahannya, ingatlah firman Allah “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).
Allah melarang mencari kesalahan orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh mencari kesalahan siapapun.
Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia mendengar aib saudara atau kawannya? Bukankah akan menyebabkan dampak yang buruk akan hubungan mereka?
Perasangka buruk akan melebar, jarak akan tambah memanjang, keinginan akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.
Lantas, bagaimanakah jika aib para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar?
Sungguh manusia pun akan menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat, padahal tidaklah lebih diperlukan oleh manusia melainkan para pengajar kebaikan yang menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta dan fitnah yang tersebar tentang mereka.
Sungguh baik para ahli ihsan dalam doanya “Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dari ku dan aku bermohon pada Mu ampuni dosa zahir batin guruku serta sucikanlah sir serta ahwalnya .”
Para ulama berkata “Daging para ulama itu mengandung racun.”
Siapa yang suka berbicara tentang aib para ulama atau guru gurunya, maka dia layaknya memakan daging para ulama yang mengandung racun, akan sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.”
Namun, ini bukan berarti menjadi penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya yang tampak, justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia melihat kesalahan gurunya.
Adab dalam menegur mereka pun perlu diperhatikan mulai dari cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang banyak.
MENGIKUT TELADAN PENERAPAN ILMU DAN AKHLAK GURUNYA
Merupakan suatu keharusan seorang penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari gurunya.
Kerna guru itu sangat baik akhlaknya, jadikanlah dia qudwah atau contoh untuk kita dalam berakhlak.
Karena tujuan seorang penuntut ilmu duduk di majlis seorang guru mengambil ilmunya kemudian akhlaknya.
SABAR KETIKA BERSAMA GURU
Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya.
Perlu sangat diketahui kadangkala sesuatu yang tidak enak pada pandangan mata murid atau tidak sesuai didengar dari kalam guru adalah menguji , mengajar dan membimbing dengan sesuatu kaedah yang hanya guru memahami untuk tujuan apa.
TETAP BERSAMA GURU DAN JANGAN BERPALING DARINYA.
Allah berfirman “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).
Karena tidak ada yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza wa Jalla.
Al Imam As Syafi Rahimahullah mengatakan “Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”
Besar jasa mereka para guru yang telah memberikan ilmunya kepada manusia, yang kerap menahan amarahnya, yang selalu merasakan perihnya menahan kesabaran, sungguh tak pantas seorang murid ini melupakan kebaikan gurunya, dan jangan pernah lupa menyisipkan nama mereka di lantunan doa kita.
Semoga Allah memberikan rahmat dan kebaikan kepada guru guru kaum Muslimin. Semoga kita dapat menjalankan adab adab yang mulia ini.
Wa Billahi Taufiq